Oleh Achi Proletar
karya ini sengaja ku tulis tentang bukti kepedulianku terhadap dunia
pendidikan yang kuanggap perlu menjadi sebuah sorotan dalam membangun sebuah
sistem pendidikan yang Ilmiah dan berwatk kerakyatn dan tulisan ini tidak
bermaksud untuk mencederai pendidikan karena kritikan ini adalah sebuah model
mendidik yang dipangkun sebagai seorang warga negara yang mengaku adalah orang
yang berpendidikan.
Dalam perkembangan peradaban sekolah menjadi sebuah hal yang urjen dimana sekolah divonis sebagai karakter bangsa yang akan menentukan masyarakat tersebut, apa kah mengalami perkembangan ataukah mengalami kegagalan. Tergantung sekolah itu.
Dalam banyak kasus kita sering melihat bagaimana sekolah menjadi tempat yang kurang empati terhadap pelajaran, sering bolos, tawuran dan adegan-adegan lain yang semestinya tidak dipertontonkan selaku manusia yang berpendidikan, bahkna peneliti dari salah satu tutor di Zenius, kepada siswa SMP kelas 7, 8, 9 ketika ditanya “Gimana perasaan kalian terhadap sekolah?“
Jawaban mereka: males, bete, bosen, boring, capek tugasnya bejibun, bingungin, nyusahin
Ketika ditanya mengenai mata pelajaran
yang mereka suka, rata-rata alasan mereka menyenangi pelajaran adalah karena
gurunya asik (stress-free
& engaging), bisa main-main (biasanya TIK), dan mereka jago
pada pelajaran tersebut sekalipun gurunya ga asik.
Ketika ditanya mengenai mata pelajaran
yang tidak disukai, rata-rata alasan mereka adalah karena gurunya ga asik
(bikin stres dan ga jelas), hafalan yang banyak, mereka tidak bisa melihat
relevansi untuk mempelajari pelajaran tersebut.
Artinya bahwa dalam pendidikan kita gagal membangun sebuah pendidikan yang
menyenangkan sehingga melahirkan banyak masalah. Pendidikan kita menggunakan
jalur satu arah dari atas kebawah (top-down)
guru dan siswa, belajar kemudian sudah itu ya ujian lagi, akhirnya
kesadaran yang muncul didalam benak siswa adalah imbalan dan hukuman yang tidak
mengerjakan PR kena Hukuman sementara yang belajar akan mendapatkan nilai yg
bagus dan akan dipuji sehingga
motivasi yg diciptakan bukan rasa ingin tahu yang muncul dari siswa, tapi sebuah model rancangan indoktrinisasi dan pelatihan ketaatan. Sehingga rasa ingin tahu ini tak muncul dari siswa itu sendiri sehingga rasa boring, bete dan males slalu hadir dalam setiap aksinya disekolah.
motivasi yg diciptakan bukan rasa ingin tahu yang muncul dari siswa, tapi sebuah model rancangan indoktrinisasi dan pelatihan ketaatan. Sehingga rasa ingin tahu ini tak muncul dari siswa itu sendiri sehingga rasa boring, bete dan males slalu hadir dalam setiap aksinya disekolah.
Penelitian yang sama juga dilakukan Di sebuah
studi penelitian terbaru, 800 siswa kelas 6 SD hingga kelas 12 SMA, dari 33
sekolah yang berbeda di Amerika Serikat, diberikan sebuah jam tangan khusus.
Jam tangan khusus ini nantinya menerima sinyal selama beberapa kali dalam
sehari, secara acak. Setiap kali sinyal muncul, mereka harus mengisi kuesioner:
mereka lagi di mana, sedang apa, dan apakah mereka sedang senang atau tidak
saat itu.
Hasilnya? Tingkat kebahagiaan terendah adalah ketika
mereka berada di sekolah. Tingkat kebahagiaan tertinggi adalah ketika mereka di
luar sekolah, sedang bermain atau hanging out dengan teman-teman. Di
sekolah, mereka sering merasa bosan, cemas atau keduanya.
Sehingga tidak mengherankan kalau banyak pengusaha dan inovator dunia lebih
awal meninggalkan dunia sekolah seperti thomas edison, bill Bates, Mark Zuckerberg dan alber Einstein yg
amat sangat membenci sekolah. Karena mereka menilai sekolah adalah bukan sebuah
keharusan untuk dijalankan dan metode ilmiah yang dilakukan juga tidak
memperlihatkan di dalam dunia sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar