Dalam
pustaka sejarah, nama Sneevliet lebih identik sebagai penyemai ‘virus’
ideologi komunisme, yang dibawanya dari Belanda. Sasarannya bukan hanya
orang-orang Belanda yang ada di Indonesia, melainkan juga orang-orang Indonesia.
Di negeri asalnya, dia adalah petaka bagi rezim. Kepalanya terlalu keras untuk
ditundukkan. Akibatnya, dia masuk daftar buronan, yang siap diseret ke penjara
kapan saja.
Bernama
lengkap Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet, kita lebih mengenalnya
dengan nama nama Sneevliet. Ia lahir di
Rotterdam, 13 Mei 1883. Proses berpolitiknya dimulai ketika tahun 1901,
dia bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik di Belanda. Akhirnya, pada
usia 20–an, dia mulai berkenalan dengan gelanggang politik. Ia bergabung dalam
Sociaal Democratische Arbeid Partij
(Partai Buruh Sosial Demokrat) di Nederland hingga tahun 1909, yakni sebagai
anggota Dewan Kota Zwolle.
Setelah itu dia diangkat sebagai pimpinan serikat buruh kereta api dan
trem (National Union of Rail and Tramway
Personnel) pada tahun 1911.
Di
organisasi baru inilah, Snevlieet menunjukkan watak sejatinya, berani, dan tak
pernah menyerah. Dia memimpin pemogokan-pemogokan buruh di Belanda, sehingga
membuat namanya masuk dalam ‘daftar hitam’ di Belanda. Keberanian ini
pastilah membuat rezim takut. Lewat federasi serikat buruh, yang dikuasai oleh
pemerintah, dibuatlah cara untuk menekan Snevlieet. Sehingga, jabatan sebagai
ketua serikat buruh kereta api cuma setahun dipegangnya. Pada tahun 1912, ia
mengundurkan diri, setelah terjadi konflik yang panas antara serikat buruh yang
dipimpinnya dengan federasi serikat buruh. Peristiwa itu terjadi setelah
terjadinya pemogokan buruh-buruh kapal, di mana Sneevliet berdiri sebagai
pimpinan aktif dalam pemogokan itu. Lepas dari aktivitasnya di Serikat
Buruh, sempat membuat Sneevliet bimbang, ia bahkan berniat untuk mundur dari
ranah pergerakan. Beralihlah
dia ke dunia perdagangan, dan inilah
jalan yang membawanya berkelana sampai ke Indonesia
Tahun
1913, untuk kali pertama, ia menginjakkan kaki ke Indonesia. Tepat pada saat
itu, dunia pergerakan di Hindia Belanda tengah bersemi. Sneevliet, yang pada
awalnya bekerja sebagai jurnalis di sebuah harian di kota Surabaya, mulai
terusik untuk kembali berpolitik. Namun saat itu kondisi kerjanya masih
belum mapan, ia pindah ke Semarang dan diangkat menjadi sekretaris di
sebuah perusahaan.
Mendirikan
ISDV
Hasrat
politiknya rupanya tak bisa ditahan-tahan. Dia sempat aktif menjadi sekretaris
dari Handelsvereeniging (Asosiasi
Buruh) di Semarang. Pada tahun 1914, ia mendirikan
sebuah organisasi politik yang diberi nama Indische
Sociaal Democratische Vereniging (ISDV). Awalnya anggotanya hanya 65 orang,
yang kesemuanya adalah orang Belanda dan kalangan Indo-Belanda. Sneevliet masih
belum yakin untuk merekrut anggota dari kaum bumi putra. Dalam waktu
setahun kemudian, organisasi tersebut mengalami perkembangan pesat menjadi
ratusan anggotanya. Perkembangan tersebut tak terlepas dari peranan koran
organisasi berbahasa Belanda, Het Vrije Woord
yang menjadi corong propaganda ISDV. Beberapa tokoh Belanda yang aktif membantu
Sneevliet adalah Bergsma, Adolf Baars, Van Burink, Brandsteder dan HW Dekker. Di
kalangan pemuda Indonesia tersebut nama-nama Semaun, Alimin dan Darsono.
Pengaruh ISDV juga meluas di kalngan buruh buruh kereta api dan trem yang
bernaung dibawah organisasi Vereniging van Spoor Tramweg Personal (VTSP).
Dalam
waktu yang bersamaan, pergerakan di Hindia Belanda tengah mengalami masa terang.
Sarekat Islam, terus membesar dengan jumlah anggota mencapai puluhan ribu yang
tersebar di berbagai daerah. Oleh karena itu ISDV, merubah haluan untuk menitik
beratkan pengorganisiran pada
anggota-anggota maju dari Sarekat Islam, dan inilah cikal bakal generasi pertama
perekrutan kader-kader Marxis.
Pada
bulan Maret 1917 Sneeveliet menulis artikel berjudul Zegepraal
(kemenangan), yang memuliakan Revolusi Februari Kerensky di Rusia dengan
kata-kata:
Telah berabad-abad disini hidup berjuta-juta rakyat yang menderita dengan penuh kesabaran dan keprihatinan, dan sesudah Diponegoro tiada seorang pemuka yang mengerakan massa ini untuk menguasai nasibnya sendiri. Wahai rakyat di Jawa, revolusi Rusia juga merupakan pelajaran bagimu. Juga rakyat Rusia berabad-abad mengalami penindasan tanpa perlawanan, miskin dan buta huruf seperti kau. Bangsa Rusia pun memenangkan kejayaan hanya dengan perjuangan terus-menerus melawan pemerintahan paksa yang menyesatkan. Apakah penabur dari benih propaganda untuk politik radikal dan gerakan ekonomi rakyat di Indonesia memperlipat kegiatannya? Dan tetap bekerja dengan tidak henti-hentinya, meskipun banyak benih jatuh di atas batu karang dan hanya nampak sedikit yang tumbuh? Dan tetap bekerja melawan segala usaha penindasan dari gerakan kemerdekaan ini?Maka tidak bisa lain bahwa rakyat di Jawa, diseluruh Indonesia akan menemukan apa yang ditemukan oleh rakyat Rusia: kemenangan yang gilang gemilang.
Telah berabad-abad disini hidup berjuta-juta rakyat yang menderita dengan penuh kesabaran dan keprihatinan, dan sesudah Diponegoro tiada seorang pemuka yang mengerakan massa ini untuk menguasai nasibnya sendiri. Wahai rakyat di Jawa, revolusi Rusia juga merupakan pelajaran bagimu. Juga rakyat Rusia berabad-abad mengalami penindasan tanpa perlawanan, miskin dan buta huruf seperti kau. Bangsa Rusia pun memenangkan kejayaan hanya dengan perjuangan terus-menerus melawan pemerintahan paksa yang menyesatkan. Apakah penabur dari benih propaganda untuk politik radikal dan gerakan ekonomi rakyat di Indonesia memperlipat kegiatannya? Dan tetap bekerja dengan tidak henti-hentinya, meskipun banyak benih jatuh di atas batu karang dan hanya nampak sedikit yang tumbuh? Dan tetap bekerja melawan segala usaha penindasan dari gerakan kemerdekaan ini?Maka tidak bisa lain bahwa rakyat di Jawa, diseluruh Indonesia akan menemukan apa yang ditemukan oleh rakyat Rusia: kemenangan yang gilang gemilang.
Organisasi
ISDV bergerak cepat dengan strategi mereka untuk merekrut massa dari SI.
Pengaruhnya yang kuat ternyata mengkhawatirkan pemerintah Hindia Belanda,
sebab pada saat yang sama, pemogokan-pemogokan
buruh bertambah kuat dan meluas. Semaun,
Darsono dan Alimin, adalah pimpinan-pimpinan SI Semarang yang berhasil direkrut
oleh Snevlieet. Mereka punya kesamaan
pandangan, prinsip-prinsip ideologi radikal dengan ISDV. Pada akhirnya
perpecahan di tubuh SI tak terelakkan, perpecahan antar sayap moderat dan sayap
radikal. SI Putih yang dipimpin HOS Tjokroaminoto, H.Agus Salim dan Abdul Muis,
serta SI Merah yang dikepalai oleh Semaun dan teman temannya.
Kemenangan
revolusi Rusia makin banyak jadi bahan perbincangan rakyat. Agar pengaruh ISDV
tidak semakin mengeruhkan situasi, yang dikhawatirkan memberi kemungkinan
terjadinya pemberontakan rakyat, maka pemerintah Hindia Belanda menyusun rencana
untuk menangkap Sneevliet dan menyeseretnya ke pengadilan. Sneeliet pun, pada
bulan Desember 1918, akhirnya diusir dari
Indonesia karena aktivitas politiknya.
ISDV
pun mulai kehilangan kendali akibat para pimpinannya diusir dari Indonesia. Juga
mulai dijauhi massa akibat prinsip-prinsip radikal mereka yang masih belum bisa
dipahami massa. Semaun pun mengambil keputusan, mengganti ISDV menjadi Partai
Komunis Hindia pada 23 Mei 1920. Tujuh bulan kemudian, partai ini mengubah
namanya menjadi Partai Komunis Indonesia. Semaun terpilih sebagai ketua.
Akan
halnya dengan Snevlieet, ia diproses oleh
jaksa dan hakim Belanda dari pemerintahan Hindia Belanda. Seorang Belanda kontra
Belanda; tetapi juga seorang sosialis kontra kolonialis. Di
depan pengadilan yang terjadi pada bulan November 1917, ia membacakan
pidato pembelaannya setebal 366
halaman. Pidato pembelaanya itulah yang merupakan sumber referensi mengenai
ajaran-ajaran sosialisme secara ilmiah, yang dipakai oleh banyak
pemimpin-pemimpin bangsa kita. Salah satunya adalah Indonesia
Menggugat, pidato
pembelaan Bung Karno ayang dibacakan di muka Pengadilan di Bandung pada tahun
1930. Pledoi setebal 183 halaman itu jelas-jelas menunjukkan pengaruh yang besar
sekali dari jalan pikiran Sneevliet yang dikembangkannya di tahun 1917.
Sejak
saat itulah ajaran-ajaran Marxisme meluas di Indonesia. PKI berdiri di Semarang,
pada tahun 1920 dengan Semaun-Darsono yang mempeloporinya. Di Surabaya
Tjokroaminoto dari Serikat Islam, mulai juga memakai referensi-referensi kiri
dan literatur yang disebut oleh Sneevliet di dalam pembelaannya, seperti:
artikel Das Kapital-nya Marx.
Berbagai
literatur tersebut mulai mulai dicari-cari beberapa aktivis. Ada juga yang
berusaha mendapatkannya dengan membeli dan meminjam dari toko buku ISDV, dan
dikaji di rumah Tjokroaminoto bersama-sama Surjopranoto, Alimin dan lain-lain.
Termasuk salah satunya adalah Bung Karno, pemuda cerdas yang tahun 1916-1920
indekos pada keluarga Tjokroaminoto, seorang tokoh pergerakan di Surabaya. Hal
tersebut diakuinya dalam sebuah
surat yang ditulisnya saat dia menjalani masa pembuangan di Bengkulu, tahun
1941:
“Sejak saya
sebagai seorang anak plonco, untuk pertama kalinya saya belajar kenal dengan
teori Marxisme dari mulut seorang guru HBS yang berhaluan sosial demokrat (C.
Hartough namanya) sampai memahamkan sendiri teori itu dengan membaca
banyak-banyak buku Marxisme dari semua corak, sampai bekerja di dalam aktivitas
politik, sampai sekarang, maka teori Marxisme bagiku adalah satu-satunya teori
yang saya anggap kompeten buat memecahkan soal-soal sejarah, soal-soal politik,
soal-soal kemasyarakatan.”
Terinspirasi
oleh gerakan revolusi yang dilakukan oleh Bolshevik, ISDV mulai mengorganisir
kalangan militer dengan membentuk dewan-dewan tentara dan pelaut. Dalam waktu
tidak lebih dari tiga bulan sekitar tiga ribu prajurit dan pelaut menjadi
anggota gerakan yang kemudian dikenal dengan nama tentara merah. Akan tetapi,
tanpa diduga, waktu kemudian berjalan bertolak belakang dengan semangat
revolusioner yang tengah berkembang. Revolusi Rusia yang menjadi perspektif bagi
tumbuhnya revolusi Eropa dan negeri-negeri
lain di Eropa, di belahan Eropa lainnya justru mengalami kekalahan dan
diberangus, termasuk di Belanda. Akibatnya kemudian berimbas pula pada
pergerakan di Indonesia. Reaksi juga menjalar ke Hindia Belanda, anggota-anggota
tentara merah dan anggota ISDV ditangkap dan dipenjara, seiring dengan kekalahan
dan gerakan revolusi Belanda.
Langkah
Sneeviet pun masih belum terhenti. Pada 1920 dia hadir pada Kongres Kedua
Komintern di Moskow sebagai perwakilan dari ISDV. Dan dari 1921 hingga 1923
menjadi perwakilan dari Comintern di China. Sekembalinya ke Belanda, dia menjadi
ketua Sekretariat Nasional Buruh. Pada tahun 1929, dia mendirikan Partai
Sosialis Revolusioner dan terpilih sebagai ketuanya. Setelah penggabungan
partainya berubah nama menjadi Revolutionary
Socialist Workers' Party, dimana Sneevliet menjadi sekretaris pertama dan
kemudian kemudian menjadi ketua hingga 1940. Dia juga sempat menjadi anggota
Parlemen dari 1933 hingga 1937. Pada saat perang Dunia Kedua dia memimpin grup
pertahanan bernama Marx-Lenin-Luxemburg-Front. Dia kemudian tertangkap dan
dieksekusi pada tahun 1942.
0 komentar:
Posting Komentar